Bambang Purwanto Minta Pemerintah Segera Atasi Mandegnya Ekspor CPO

  • Bagikan
Salah satu kawasan Perkebunan kelapa sawit yang ada di wilayah tahai baru, harga Penjualan buah kelapa sawit masih belum menggairahkan petani sawit. Foto : Suryanah.

SK News, PALANGKA RAYA – Alur ekspor Cruide Palm Oil (CPO) ke luar negeri hingga kini masih mengalami stagnasi alias mandeg. Kondisi demikian dikhawatirkan membebani masyarakat, khususnya para petani kelapa sawit, termasuk di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng).

Legislator Partai Demokrat H Bambang Purwanto mengapresiasi langkah pemerintah membuka kembali keran ekspor CPO ke negara-negara importir. Namun, menurutnya hal itu belum cukup tanpa diikuti langkah pengawasan kelancaran ekspor ke luar negeri.

Kondisi yang terjadi di lapangan saat ini, meski kran ekspor dibuka, namun arusnya masih berjalan lambat bahkan cenderung stagnan. Dampaknya, Oil Storage Tank (OST) atau tangki penampungan di pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit hampir penuh. Bahkan sebagian sudah ada yang penuh sehingga proses produksi terpaksa berhenti sementara.

“Sekarang ini selain harganya di tingkat petani rendah, persoalan bertambah lagi dengan penuhnya tangki-tangki penyimpanan CPO di PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Ada beberapa PKS di Kalteng sudah tutup karena sudah penuh, jika dibiarkan pasti nanti masyarakat ribut karena urusan perut ini,” sebut Anggota DPR RI Komisi IV asal Daerah Pemilihan Kalteng itu kepada wartawan.

Mantan Wakil Bupati Kotawaringin Barat itu melanjutkan, pemerintah perlu segera melakukan antisipasi penyebab stagnasi alur ekspor CPO ini. Salah satunya terkait kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) dan Domestic Market Obligation (DMO) untuk pemenuhan kebutuhan CPO dalam negeri.

Bambang menyebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) perlu mengkaji soal pungutan ekspor dalam kondisi seperti saat ini. Jika itu memang membebani ekspor, DMO yang 20 persen itu sebaiknya direvisi.

“Sebab, masyarakat (petani sawit) sulit kalau ekspor tidak lancar. Sawit itu berbeda dengan komoditas lain seperti batubara yang bisa dimoratorium dalam waktu lama. Dipanen rugi, kalau gak dipanen kebun rusak. Kemudian periode pemupukan pun pasti terlewati karena tidak ada biaya untuk beli pupuk. Kondisi kebun yang tidabnkk terawat akan memerlukan waktu yang lama untuk kembali menjadi kebun produktif,” tandasnya. *.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!